TIME FLIES

Monday, July 26, 2010

Continuous.

Hey! Do you guys remember about my story before 'Biru'?
About Aredio Akbar and Tascha Lestari?
Well, if you guys forgot, you can see it again here because this post is related to that story.
Yup, this is the continue edition of Aredio and Tascha's love quarrel.
Hope you guys enjoy it :)


****



Tascha sedang kesusahan membawa bertumpuk-tumpuk partitur lagu yang akan dimainkan kelasnya ke music room bersamaan ketika Dio hendak masuk kesana untuk mengambil gitanya yang tertinggal. Dio segera menghampirinya.

Need a help?’ cengir Dio jahil di depan Tascha. Entah darimada rasa pede yang membuncah di dadanya ini datang. Ia cuma ingin menjadi hero untuk lady in distress-nya ini.

Well, thank you. Do you mind?’ tanya Tascha pelan. Menutupi kegugupannya.

Of course. Mau dibawa kemana?’

Music room, please’ ucap Tascha menahan tawa. Jelas-jelas mereka berdua berdiri di depan ruang musik, membawa partitur musik.

What a good first impression, Aredio’ ucap Dio sebal dalam hati. Saat mereka masuk ke music room, Tascha langsung sibuk mengatur partitur-partitur tersebut di meja. Dio melangkah kearah grand piano yang terletak di tengah-tengah hall. Membuka katupnya, memainkannya sebentar. Lalu ia duduk dan lambat laun terdengar lagu yang sangat familier di telinga Tascha. Tascha segera menghampiri Dio.

Kiss the rain—Yiruma?’ tanyanya pelan. Terkesima.

‘Yup. Suka?’

Absolutely. My favorite. Every time when rain comes, I would always play this song on my iPodit calms my mood down ucap Tascha menerawang.

Dio tersenyum. ‘Hari ini nggak hujan, but I’m glad to play this song for you’
Wajah Tascha memerah. Blushing. Dio hanya tersenyum kecil sambil terus memainkan pianonya. Love to know the cute side of Tascha. ‘Somehow, this day comes with a really good ending’ ucapnya dalam hati.

****

AREDIO AKBAR WIRAGA


‘Tasc, makan bareng yuk?’ nggak tau udah berapa kali kata-kata ini terlontar dari mulut gue. Dan ini sangat sangat gue syukurin, Tascha selalu bilang iya. Lo tau segimana bahagianya gue saat ini? Jangan dibayangkan. Lo bisa stres.

Yang gue tau, setelah pertemuan pertama gue sama Tascha, pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya muncul gitu aja. Tiba-tiba gue ketemu Tascha di ruang guru, di halaman belakang sekolah, di parkiran, sampai papasan di toilet pun sering.

Semakin lama gue kenal Tascha, semakin gue ngerti Tascha itu gimana. And it surprises me. Tascha nggak hanya cantik di luar, tapi juga cantik di dalam. Dia nggak segan-segan nolongin kucing bulukan yang nggak bisa turun dari pohon, sementara temen-temennya yang lain teriak ketakutan. Dia tanpa pamrih nolongin anak kecil yang jatuh terus luka, membawanya ke rumah sakit sampai membawanya pulang kerumah asalnya. She’s beautiful, truly beautiful. Itu yang membuat gue terpesona akan sosoknya.

Rencananya, lusa ini gue akan nyatain perasaan gue sama Tascha. Gue takut kalau gue selalu coward to take a move, Tascha bakal direbut cowok lain. Insyaallah Tascha mau nerima gue, karena selama ini Tascha nggak pernah nunjukin ekspresi nggak suka ataupun jijik waktu gue deketin. But for your information, selama seminggu penuh sholat gue nggak pernah bolong, selalu ditambah sholat dhuha juga tahajud, dan terus gue nazar, kalau gue diterima sama Tascha, gue nggak bakal naruh kecoa di dalam nasi goreng Iman, adek gue, lagi. I swear to you, Man.

****


Dio mengecek penampilan terakhirnya di cermin toilet sekolah. Rambut? Still messy but cool. Mata? Nggak ada lingkaran hitam gara-gara kelamaan nonton bola. Hidung? Tetep mancung. Bibir? Pinkish. Muka? Cute. Dio menghela nafas lega. Hari ini dia akan menyatakan cintanya kepada Tascha. Ia telah siap dengan little surprise-nya. Maybe not to little, mengingat dia udah menyiapkan kejutan ini sejak lama.

Ia nggak membawa bunga, coklat ataupun boneka beruang yang memeluk hati. Ia juga tidak mempersiapkan kata-kata yang romantis untuk Tascha. Ia hanya menjadi dirinya sendiri. Ia akan melakukannya dengan caranya sendiri. Dengan cara Aredio Akbar-nya.
Saat hendak berjalan keluar toilet, ia berpapasan dengan Sharika. Wajah cewek itu terlihat sangat panic, membuat Dio menghampirinya.

‘Hei, Shar! Is everything fine?’ tanya Dio.

Sharika menoleh—terkejut melihat Dio. ‘No, it’s not fine at all! Tascha, Dio! Tascha!’ semburnya.

Mendengar nama Tascha, Dio langsung waspada. ‘Tascha kenapa, Shar? Dia nggak apa-apa kan?’

‘Aduh, susah ngejelasinnya! Mendingan lo ikut gue aja, ayo!’ ajak Sharika sambil menarik tangan Dio.

Dio hanya menurut ditarik oleh Sharika seperti itu. Bayangan Tascha kenapa-kenapa telah memenuhi otaknya. Ia nggak bisa berpikir normal lagi. Ia nggak menyadari cara Sharika menarik tangannya terlalu dibuat-buat. Romantis. Sharika menyelipkan tangan mungilnya di lengan Dio. Dio juga tidak menyadari senyum Sharika yang terlihat lebih mengerikan dan memuakkan dari biasanya. Karena ya, hari ini juga, bertepatan dengan Dio yang akan menyatakan cintanya kepada Tascha, Sharika juga ingin membuktikan bahwa Dio miliknya.

****


Sharika berhenti menarik tangan Dio. Cowok itu langsung mengenali tempat di sekelilingnya. Taman belakang sekolah. Taman Kejujuran. Taman yang terkenal dengan tempat paling romantis Parama Institute, karena banyak sekali murid-murid PI yang jadian disana.

Dio menoleh kesana kemari, mencari-cari sesosok cewek bertubuh mungil dan berambut hitam sebahu. ‘Tascha mana, Shar?’

Sharika hanya menoleh santai. ‘She's not here

‘Terus ngapain lo ngajak gue kesini?’ tanya Dio heran.

I just want to talk to you. Habisnya kalo gue ketemu sama lo, yang dicariin pasti cuma Tascha. Kan gue males’ kata Sharika manis.

‘Nggak usah bercanda deh. Where’s Tascha? Gue nggak ada waktu buat omong kosong kayak gini’ ucap Dio mulai emosi.

Wajah Sharika terlihat seperti mau menangis. ‘Omong kosong? Aredio, Tascha nggak disini. Yang ada disini gue, Sharika’

‘Shar, serius. Lo cuma pengen ngajak gue ngobrol? Kalo gitu doang kan next time juga bisa’ ucap Dio melembut. Walaupun dia tau Sharika hanya akting, tetap saja dia tak tega melihat cewek itu menangis. Cewek mana pun.

Next time, you said? Gimana mau next time, Di? Orang yang ada di otak lo itu cuma Tascha, Tascha dan hanya Tascha!’ teriak Sharika.

Dio terkejut, sekaligus heran. ‘What’s wrong with you, Shar? Lo udah tau kan kalo gue suka sama Tascha? Of course yang ada di otak gue cuma dia’

Sharika menatap Dio sinis. ‘Apasih bagusnya Tascha, Di? Jelas-jelas gue jauh di atas dia! I’m way more beautiful, I’m way more popular, gue lebih semuanya dari Tascha Lestari! But why did you never look at me?’

Dio balik menatap Sharika tajam. ‘Because I like Tascha the way she is, Shar. Gue nggak perduli dia cantik apa nggak, populer apa nggak. Tapi kebetulan aja dia masuk kedalam kedua kategori itu. Gue suka sama Tascha karena hatinya, karena dirinya. Karena dia asli, orisinil, apa adanya’

But-‘

‘Shar, gue minta jangan jelek-jelekin Tascha lagi di depan gue. Karena apa pun yang lo omongin nggak bakal merubah pandangan gue ke dia. I know Tascha, I understand her. Gue sayang sama dia. Gue juga saying sama lo—tapi hanya sebagai teman. Gue harap lo  bisa ngerti itu ya, Shar. Sori kalo gue nggak bisa nerima perasaan lo ke gue’ ucap Dio melembut.

Sharika sudah menangis sekarang. Dio menatapnya panik. Dia benar-benar tak bisa melihat cewek menangis, karena dia bingung harus berbuat apa. ‘Aduh, Shar, jangan nangis ya. Really—I can’t stand tears’

No—it’s nothing. Gue cuma terharu denger omongan lo. Nggak nyangka banget, ternyata jaman sekarang masih ada cowok yang melihat cewek dari hatinya. Cowok yang percaya sama inner beauty. Tascha is so lucky to have you for her ucap Sharika pelan.

Dio terkekeh pelan. ‘Hey, someday you’ll find your true prince, you know? Percaya deh Shar, nggak semua cowok sebejat yang lo pikirin. Kayak gue, contohnya’
Sharika ikut terkekeh, amused. ‘Yeah, absolutely. Gue minta maaf banget ya Di, soal yang tadi?’

No problem—just take it easy’

Sharika menatap lurus ke mata Dio. ‘Di, can I ask you one thing? Boleh nggak kalo gue minta lo peluk gue sekali, aja? Yang pertama dan terakhir?’

Dio salah tingkah. ‘Well, it’s just a friend to friend hug, isn’t it?’

Sharika menangguk. Dio langsung menarik cewek itu kedalam pelukannya. Awalnya Sharika terkejut. Tapi lama-lama dia rileks di pelukan Dio. Pelukan cowok itu hangat. Friendly, brother’s hug. Sharika tersenyum.

‘Shar, udah boleh gue lepas sekarang?’ tanya Dio hati-hati.

Well, there’s something missing’ ucap Sharika jahil di pelukan Dio.

‘Hm?’

A friend to friend kiss’ ucap Sharika sambil menarik tubuhnya dari pelukan Dio, lalu mencium pipi cowok itu ringan. Wajah Dio memerah. Sharika tertawa.

****


Tascha terpana melihat pemandangan di depannya. Ia sangat mengenali kedua sosok orang yang berdiri agak jauh di depan. Seorang cewek berambut panjang coklat, Sharika. Seorang cowok berambut acak-acakan dan berpostur tinggi, Aredio. Mereka sedang berpelukan—erat. Lalu Tascha melihat Sharika mencium pipi Dio. Ringan, manis. Mereka berdua tampak sangat serasi.

Lima belas menit yang lalu, Tascha menerima message dari Sharika, yang menyuruhnya untuk segera pergi ke taman belakang sekolah. Ada sesuatu yang ingin diperlihatkan Sharika kepadanya. Sekarang Tascha mengerti. Tapi hatinya sakit.

Jadi ini yang ingin Sharika perlihatkan? Bahwa dia telah memiliki pujaan hati dirinya, Dio? Bahwa Sharika telah merebut pujaan hatinya, sekali lagi? Awalnya Tascha salah sangka. Ia kira seluruh perhatian manis dari Dio adalah tanda bahwa cowok itu menyukainya. Tapi ternyata ia salah. Lagi-lagi ia salah. Semua cowok sama, tidak bisa menahan diri terhadap kecantikan Sharika.

‘Buat apa aku disini? Semuanya sudah jelas, bukan? Sebentar lagi akan tersiar kabar kalo Sharika dan Aredio are officialy dating. Nggak ada gunanya aku nyakitin diriku sendiri’ ucap Tascha dalam hati sambil berlalu menahan air matanya yang mengalir pelan.

****

AREDIO AKBAR WIRAGA


Sumpah, jantung gue udah serasa melorot sampe kaki waktu gue liat bayangan Tascha berlari balik ke gedung sekolah. Sumpah sekali lagi, gue bener-bener nggak nyangka selama ini Tascha ada disana, dibalik pohon itu, ngeliatin gue sama Sharika. Sharika.

Gue langsung noleh ke sebelah gue, tempat Sharika berdiri dengan anggunnya. Figur mungilnya terlihat tenang. Berbeda banget sama gue, karena gue ngerasain banget badan gue gemetar. Gue tatap mata Sharika, wajahnya. Dan hal itu membuat gue terkejut. Wajah cewek itu dingin. Apalagi matanya.

‘Shar? You?’

Yes, Aredio? Mau minta gue cium lagi ya?’ tanyanya polos. Gue langsung mengerut jijik.

‘All this time? Ini semuanya elo? You made this?’ suara gue bergetar penuh amarah waktu gue ngomong ini. Tapi semarah-marahnya gue, gue pantang nyakitin cewek. Karena gue juga pasti nggak mau kalau cewek yang gue sayang disakitin sama orang lain.

All this time? What do you mean?’ tanya Sharika lagi.

‘Ini, maksud gue, Shar! Lo sengaja ngejebak gue kaya gini supaya bikin Tascha salah sangka!’ Sharika terlihat terluka, tapi gue nggak peduli lagi. Gue udah terlanjur emosi sama cewek satu ini.

‘Gue nggak pernah ngejebak lo, Aredio. Gue cuma pengen ngejelasin ke Tascha, kalo dia nggak pantas buat lo. Liat kan, betapa serasinya kita berdua tadi? I just made it easier to her ‘ lanjut Sharika santai.

‘Lo tau apa soal pantas dan nggak Tascha buat gue, Sharika?! It’s me who know about Tascha, gue yang tau dia gimana. Dan gue juga yang berhak menilai dia untuk diri gue! Not you!’

Well, whatever. For your information, I’m doing this just for fun. A game. Sayangnya yang kepilih jadi kandidat pemain itu lo dan Tascha. Its not my fault, ya know’ ucapnya ketus. Hilang semua kecantikan yang gue lihat tadi.

Gue menggeretak sebal. ‘Gue nggak nyangka, Shar. God, she’s your friend! Close one!’

So? It doesn’t matter anyway. I’ve got bunch of girlfriend, everyone but her. And you know what? I’m glad’ ucap Sharika sambil tersenyum sinis.

Seriously, sekarang gue ngerasa kaya lagi ada di dalam  novel-novel cliquelit yang kakak cewek gue, Aredisha, suka baca. Gue nggak pernah nyangka, kalau dunia cewek seribet ini. Dendam dimana-mana, persaingan dimana-mana. Ckckck, I don’t know how my Tascha could survive. Wait a minute. Tascha. Where is she?

If you’re searching for her, she might be in the girls bathroom, crying over you’ ucap Sharika yang sekarang sibuk mengecat kukunya. God, darimana asalnya kenapa cewek bisa multi tasking begitu di situasi segenting ini? And my, where did she get that nail remover?

Gue segera berlari menuju gedung sekolah. Tapi baru sampai ditengah jalan, gue noleh lagi kearah Sharika. ‘Shar, just remember, nobody is perfect, so do you. Dan daripada lo mencari-cari kesalahan orang lain, why don’t you remove your bad side either? It’s really annoying, just so you know’ ucap gue kasar ke arah Sharika. Tanpa menoleh ke belakang lagi, gue berjalan pergi dari taman itu.

****

SHARIKA ADRIENNE


I bet, this is the kindest thing that I have ever done to anyone. Especially to my soon-to-be enemies. Gue cuma diam dan memasang wajah es gue, yang kata orang-orang adalah wajah terdingin yang pernah mereka lihat di dunia. I’m pleased, really. Because it just the way I hide my true feelings, like, now. Gue cuma bisa diam, mandangin Aredio berjalan pergi, tanpa mengucap satu kata pun ke gue.

Tiba-tiba Aredio memutar badannya balik. Gue berharap  kalau dia mau masang wajah cuteangel face dia ke gue lagi. Tapi gue salah. Yang gue lihat adalah wajah Aredio yang nggak pernah gue kenal. It scared me. He’s mad, really mad. And somehow, I could see hurt there.

‘Shar, just remember, nobody is perfect, so do you. Dan daripada lo mencari-cari kesalahan orang lain, why don’t you remove your bad side either? It’s really annoying, just so you know ucap Aredio kasar, lalu berjalan pergi, tanpa menoleh lagi.

See? I was never been loved, liked or whatever you called it. Gue hanya si cewek kejam, Sharika Adrienne. Tapi yang lo semua nggak tau, dibalik ini semua, topeng yang selama ini gue pakai, gue capek. Gue butuh tempat berlindung. I need my hero, karena setelah semua ini usai, as usual, gue bakal nangis sendirian lagi di balcony kelas gue.

****

Dio tersenyum lega saat menemukan Tascha sedang bercanda bersama Yuko, teman satu ekskul cheers-nya. Itu berarti dia tidak marah saat menemukan dia bersama Sharika, right? Namun wajah Dio berubah merah. Mengapa Tascha harus marah? Dio kan bukan siapa-siapanya.

‘Hey’ sapa Dio ringan disebelah Tascha. Cewek itu menoleh.

‘Hey’ balasnya ringan seperti biasa. Tapi Dio merasa aneh. Tascha seperti menjaga jarak darinya, terlihat dari postur tubuhnya yang kikuk.

‘Lagi ngapain?’

Can’t you see? I was talking with Illa’ cewek itu tertawa. Dio ikut tertawa. Tapi lagi-lagi Dio merasa tawa Tascha dipaksakan, hambar. Hell, what’s wrong with her? Tanya cowok itu dalam hati.

Tasc, I gotta tell you something. Tadi, gue and Sharika, we’re just—‘

Ucapan Dio dipotong Tascha. ‘Maafkan aku, Aredio. I gotta go, catch you later!’ ucap cewek itu sambil berlalu pergi. Lagi-lagi Dio hanya bisa diam, bingung dengan sikap Tascha yang aneh.

****

TASCHA LESTARI

 
God, help me. Aku bener-bener bingung. Apa maksud Aredio berbicara padaku seperti tak ada apa-apa seperti tadi? Apakah dia nggak bisa melihat mataku—diriku yang terluka karena melihat dia dan Sharika? Apakah dia nggak bisa melihat, that I like him? He just acted casually. And it hurts me.

Dia cakep banget hari ini, seperti biasa. Senyumnya manis sekali. Pasti karena habis jadian sama Sharika. Hey, siapa sih cowok di Kesuma Harapan yang nggak mau jadi Sharika’s boyfriend? Kalau aku jadi cowok, aku juga mau mungkin. Tapi seenggaknya cowok yang aku suka jangan. How pathetic are you, Tasc?

Aredio Akbar, do you know about my feeling gor you you? I like you. Tapi sekarang kayaknya nggak mungkin. Aredio udah jadi pacar Sharika, and Sharika is my bestfriend. Aku nggak mungkin ngerebut Aredio dari Sharika. Nggak mau, dan juga nggak mampu. Apasih hebatnya aku dibanding Sharika? Oh Tuhan, mungkin sebaiknya aku jauhin Aredio aja dari sekarang. Supaya aku nggak berdebar-debar terus waktu dia ngomong sama aku, terus aku nekat bilang kalau aku suka sama dia. Terus dia bilang kalau dia juga suka sama aku, terus kita jadian. Wait a minute. Tascha, I believe that you’re starting to think crazy things in your mind now.

****

AREDIO AKBAR WIRAGA


In the name of God, what’s the hell wrong with Tascha? Everytime I try to get close to 
her, she just banished. Gone. With the wind. Oke, sekarang gue malah ngomongin soal judul film. Serius, serius. Gue bener-bener bingung sama Tascha. Kalau gue mau ngomong sesuatu, dia pasti langsung pergi. Ada urusan katanya. Kalau gue mau ngajak jalan, nonton, dia juga pasti nggak bisa. Banyak banget tuh alasannya. Ada les lah, mau jagain adik lah, mau nemenin mama belanja lah. Padahal gue tau banget, Tascha nggak punya adik. Adanya kakak cewek. Bokap-nyokapnya juga tinggal di London, ngurus salah satu perusahaan komunikasi milik keluarga mereka, TechMedia.

Sekarang gue yakin, Tascha lagi berusaha ngehindarin gue. Tapi masalahnya sekarang, kenapa? WHY? DAMN IT! Otak gue mau pecah rasanya ngeliat cewek itu lewat di depan gue, tanpa bisa menyapa dia sesuka hati kayak dulu. Liat tuh, sekarang Tascha lagi ketawa-ketiwi sama ketua OSIS angkatan gue, Farel. Mukanya imut banget, si Tascha. Ngapain bilang Farel imut? Malah rasanya sekarang itu cowok pengen gue smack down di tengah lapangan. Berani banget mesra-mesraan gitu sama Tascha depan gue. Argh!

****


‘Jadi gitu, Tasc, ceritanya. Sepupu lo itu isengnya keterlaluan deh’

Tascha tertawa geli. ‘Kamu kayak nggak tau Gea aja, Farel. Stok idenya unbeleiveable banget’

You have no idea. Sampe ada gitu niatnya untuk ngisengin si Olan, berandalan angkatan kita. Padahal Olan sama Gea badannya berbanding jauh banget. Sekali tiup sama Olan mah Gea terbang. Eh dibilangin malah ngeyel. Gampang, tinggal lari aja kan, gitu katanya’

Tascha tertawa lagi ngebayangin sepupunya yang mungil itu berantem sama Olan yang ultra gede. ‘Tapi gitu-gitu sayang, kan, sama Gea?’ godanya.

Farel tersenyum lembut. ‘Iyalah, Tasc, pacar gue gitu. There’s no way I—‘

‘Rel, gue mau ngomong dong. Soal try out ekskul’ tiba-tiba Dio menyambar tangan Farel dari belakang lalu menarik cowok itu pergi, setelah sebelumnya melirik Tascha dengan sedikit tatapan lembut, juga kangen. Tascha menatap kepergian kedua cowok itu dengan bingung.

Setelah merasa bahwa mereka telah berjarak agak jauh dari Tascha, Dio menatap Farel tajam. ‘Lo jadian sama Tascha?’ semburnya.

Farel bengong sebentar, lalu meledak dalam tawa. ‘Ini toh yang membuat lo akhir-akhir ini emosian?’

Dio menahan keinginannya untuk menonjok muka Farel yang kelihatan bahagia banget itu. ‘Answer it, Rel. Lo jadian sama Tascha?’

Giliran Farel yang menahan keinginannya untuk menonjok muka Dio yang kelihatan tegang banget itu. ‘I’ve a girlfriend, Di, Gea, remember?’

Wajah Dio yang tegang berubah lega. Farel ketawa ngakak—amused sekali. Coba saja kalau Dio bisa melihat ekspresi mukanya yang mirip anak pre-school itu, gampang banget berubahnya, langsung ceria begitu. ‘Terus lo ngapain ngobrol bareng Tascha?’ selidiknya.

Farel mencoba mengerti. Temannya ini lagi kena sindrom jatuh cinta. ‘Gue lagi cerita soal Gea, Gea is Tascha’s cousin, kalau lo mau tahu. Cewek gue itu lagi punya ide gila buat ngurung Olan di kamar mandi’

Dio tertawa geli mendengar cerita Farel. ‘Lo bener-bener punya cewek yang nyentrik, Rel’

Farel tersenyum. ‘Makanya, dia nggak bisa tergantikan. One of a kind’

Dio mendengus sambil lalu. ‘Coba kalau gue juga bisa ngerasain itu’

Farel menoleh cepat, heran. ‘Loh? Bukannya lo sama Tascha—‘

Nope. Nggak tahu kenapa tiba-tiba akhir-akhir ini dia menghindar terus dari gue. Bingung sendiri jadinya’

‘Ntar gue bantuin deh’ Farel meyakinkan, sambil menonjok bahu Dio pelan, playful.

Dio tersenyum, kearah Tascha. ‘Thanks, man’

****

TASCHA LESTARI


Sumpah, aku masih nggak bisa percaya dan terus ketawa geli dengerin cerita Farel tadi. Kok bisa sih, sepupuku yang manis itu, Gea Andarini, mau ngisengin berandalan satu angkatan? Aku tau Gea punya bakat iseng yang terpendam, tapi aku tetep nggak percaya kalau anak itu isengnya keterlaluan! Apa dia nggak mikir gimana kalau dia dipiting Olan yang badannya segede raksasa itu? Gea, Gea.

‘Rel, gue mau ngomong dong. Soal try out ekskul’ aku tiba-tiba aja denger suara Aredio dibelakang Farel, terus dia ngeliat aku dengan tatapan yang, I don’t know — kangen? Dan sebelum aku sadar mau ngapain, Aredio udah nyeret tangan Farel menjauh dan bisik-bisik ngomong sesuatu. Aku tahu yang namanya nguping itu nggak sopan, tapi Ya Tuhan, aku bener-bener penasaran sama hal apa yang bisa membuat wajah Aredio begitu marah seperti tadi.

Oh, I know. Nggak usah dijelasin panjang lebar juga, pasti yang bisa membuat Aredio begitu marah—dan tegang—itu pasti soal Sharika. Tarik nafas yang panjang, Tasc, calm down. Jangan jealous. Tenang. Pikirin hal yang lain, seperti Aredio yang sedang senyum sama kamu sekarang, misalnya? Ya Tuhan. Lebih baik aku cepat-cepat lari ke kafetaria deh buat ketemu Sharika, biar otak aku ini nggak dipenuhi gambar bahagia aku jadian sama Aredio.

****


Suara berisik obrolan Sharika dan teman-temannya langsung terhenti ketika Tascha berjalan ke arah mereka. ‘Hey, what did I miss?’ tanya Tascha ringan. Sunyi.

Tascha menoleh bingung. ‘Something wrong?’ Cewek itu menyapukan pandangan ke arah teman-temannya yang sedang duduk melingkar di sofa langganan mereka di kafetaria. Tiba-tiba Tascha bergidik. Teman-temannya itu menatap dirinya dingin, ketus. Mereka menatap Tascha begitu rendah. Tascha merasa seperti...orang luar—outsider.

‘Hey, what’s wrong?’ Tascha mencoba sekali lagi. Masih sunyi.

Sharika menjawab dengan santai, sambil membuka majalah Teen Vogue-nya. ‘What’s wrong is you. You’re not in my clique anymore, dear. Please just go’

Tascha tertohok. ‘Shar? Aku kenapa? I’m not in your clique anymore? I don’t even know we have that kind of thing!’

Sharika menoleh, menatap Tascha tajam. ‘Sekarang ada’

Tascha balas menatap Sharika nggak percaya. ‘Apa maksudmu, Shar? What’s wrong with you?

Sharika berdecak, bosan. ‘There’s nothing wrong with me. Gue cuma nggak mau ngeliat lo lagi, nggak mau ketemu lo lagi, nggak mau berteman sama lo lagi. Got it?’

Tascha menggeleng. ‘Salah aku apa? I thought we’re bestfriend, Shar. All of us’ Ia menatap semua teman-temannya. Yang ia dapatkan sebagai balasan cuma tatapan dingin, sekaligus kasihan.

Sharika tersenyum sinis. ‘Apakah lo melihat bestfriend-mu disini, sayang? Listen, kita—yang gue maksudkan gue dan teman-teman gue—muak sama your nice girl attitude. Lo yang sok baik, naif, sok pintar dan sok segala-galanya itu. Lo bertindak seakan-akan lo itu cewek paling suci di dunia, tahu nggak? Bikin geli! Siapa tau di dalem sikap sok baik lo, malah tersimpan begitu banyak akal bulus, huh? Cewek jalang?’

Tascha menahan diri untuk tidak menangis. Sakit sekali mendengar kata-kata pedas itu terlontar keluar dari mulut orang yang dulu begitu dekat denganmu. ‘Aku nggak pernah bermaksud seperti itu, you know. I just want to be myself. Aku nggak pernah berpura-pura sok baik atau apapun di depan kalian. Aku adalah diriku. But if you guys can’t accept me that way, than I’ll go my on way’

That’s good to hear, right girls? TTYL, Tascha Lestari. Talk to you later—soo later’ jawab Sharika santai, lalu kembali sibuk tertawa riang bersama clique-nya. Tascha menegakkan kepalanya, berusaha mengingat ucapan Nenek Sadira ; sebagai seorang wanita harus bisa mempertahankan harga dirinya no matter what, lalu berjalan bersama iringan hak Louboutinnya, tanpa menoleh ke belakang.

****

AREDIO AKBAR WIRAGA


Ya Tuhan. Gue ngeliat semua kejadian tadi dengan mata kepala gue sendiri. Gimana dengan santainya Sharika merendahkan, menghina sahabatnya sendiri, Tascha, dengan sebegitu nggak berperasaan. Sekarang gue yakin kalau Sharika benar-benar jelmaan Medusa. Hanya rambut Medusa itu ular, sedangkan rambut Sharika lembut dan berwarna coklat madu. Tapi Demi Tuhan, gue nggak peduli dan benar-benar akan mencekik leher cewek-jelmaan-Medusa itu kalau dia sekali lagi berani-berani menyebut Tascha cewek jalang seperti tadi.

Nggak penting. Mencekik leher cewek-jelmaan-Medusa kalau dia sekali lagi berani-berani menyebut Tascha cewek jalang seperti tadi itu urusan nanti. Lebih baik gue mencari Tascha sekarang, mastiin kalau dia baik-baik aja. Gue bener-bener khawatir ngeliat wajah Tascha yang pucat. Dia kayak nggak punya darah saking putihnya.

Itu dia Tascha. Cewek itu lagi duduk di pinggir kolam ikan halaman belakang sekolah, melamun. Ya Tuhan, dia begitu cantik. Gue yakin Tascha jelmaan malaikat, mengingat betapa indah figurnya sekarang. Gue nggak mau ganggu Tascha dan ngancurin keajaiban tuhan—crap! Kaki sialan gue nginjek dahan kering dan ngebuat Tascha menoleh. Oh Tuhan, Tascha menangis..

****


Tascha segera menghapus airmatanya dengan kasar begitu tahu kalau Dio sedang mengamatinya. Dia nggak mau terlihat rapuh—walaupun fakta itu memang benar. Dia merasa benar-benar rapuh sekarang, dan lebih parah, sendirian.

It’s okay to cry, you know’ Dio berujar lembut sambil duduk disebelah Tascha.

Tascha tersenyum kecil. ‘Aku cuma nggak pengen terlihat lemah’

Dio mengangkat sebelah alisnya, heran. Tascha mendapati hal itu cute. ‘Lemah? Menangis itu bisa diartikan sebagai sesuatu untuk mengekspresikan perasaan kita yang sebenarnya, loh Tasc. Gue kira hanya cowok yang menganggap menangis itu lemah’ godanya.

Tascha tertawa kecil. ‘Kan big girls don’t cry, Di’

‘Gue yakin Fergie juga nangis kalau mengalami hal seperti tadi’

Tascha kembali tertawa, lalu terdiam. ‘I-I just dont get it. Tidak pernah nyangka’

Dio menatap Tascha. ‘Nggak nyangka apa?’

‘Nggak nyangka kalau mereka—Sharika, bisa berbuat seperti tadi. Aku memang sering dengar kalau pertemanan cewek dipenuhi hal-hal seperti itu, persaingan dan semacamnya— tapi aku tetep nggak percaya kalau hal kayak gitu ada. Aku berteman dengan tulus, kamu tahu. Aku mau berteman dengan siapa aja, asalkan mereka manusia’ Tascha menatap Dio sungguh-sungguh.

Dio tertawa, nggak nyangka kalau Tascha itu orangnya lucu. ‘Really? Kalau begitu kamu kenapa nggak berteman saja sama Sinta, si nerd sekolah kita yang menganggap studying is way more cooler than shopping? Atau Gilang, si techno maniac yang kerjanya ngendon di lab terus-terusan?’

Tascha terdiam, merenung. Dio melanjutkan. ‘Semua orang pasti pengen di anggap, Tasc. Semua orang. Gue nggak bakal membantah kalau gue suka jadi populer. Gue nggak bakal membantah kalau gue seneng punya banyak teman, dapet perhatian. Tapi gue berusaha untuk tetep memijak bumi, gue tetap berteman sama anak-anak yang nggak termasuk dalam kategori populer dan semacamnya itu. Karena gue tau, biasanya , pertemanan kita itu fake. Palsu. Yang kita pentingin hanya tingkat sosial, bukan our true self. Walaupun ada kok, pertemanan tulus, seperti gue sama Raka’

Tascha menatap Dio, terkesima. Dia memang sering sekali mendengar betapa baik dan rendah hatinya cowok itu, dan sekarang Tascha percaya. ‘You’ve got a point, Di’
Dio mengacak rambut Tascha pelan, lalu menarik cewek itu berdiri. ‘Come on, cheer up! Gue mau ngenalin lo ke Sinta, Gilang, Ujo, Yanuar, dan yang lainnya. Oh ya, by the way, Sinta dulu pas junior high di NY ketua cheers loh’

Tascha melotot kearah Dio. ‘No way!’

Dio menarik Tascha berjalan kearahnya lalu mengedipkan matanya. ‘Yes way’

****

TASCHA LESTARI


Hey! I don’t know that this will be so much fun! Aku nggak pernah menyangka kalau selain anak-anak populer lingkungan pergaulanku dulu, anak-anak yang biasa-biasa aja ini malah way too cool! Sinta, yang penampilan luarnya geeky abis ini malah bisa split dan backflip dengan sempurna. Gilang, si techno maniac ini jenius banget karena udah bisa bikin his own energy machine yang memakai teknologi baling-baling. Ujo, si anak betawi itu jago bicara sama yang namanya bola. Bukan maksudku ngomong sama bola ya, tapi dia bisa semua olahraga yang ada benda bulat itu. Dia bahkan bisa memasukkan three point dari jarak yang luar biasa jauh dan posisi badan membelakangi ring! Gosh.

Belum lagi Yanuar—Yanu. Cowok ganteng yang luarnya sangar ini ternyata ahli banget main piano klasik. Dari lagu-lagu menyayat harinya Beethoven sampai karya luar biasa Mozart. Rere, cewek berkacamata tebal yang sense of fashionnya luar biasa. Semua baju buatannya DIY, and she even has her own boutique! Belum lagi Ivan, Ruri, Ditto, dan yang lain-lain. Sumpah, aku benar-benar merasa malu. Memang benar kata orang-orang, don’t judge a book by it’s cover. Siapa sih yang pernah nyangka kalau anak-anak yang penampilannya ‘cupu’ ini ternyata luar biasa dan multi talented sekali? Dan siapa sih yang bisa nyangka kalau orang yang mengajari aku semua hal ini adalah orang yang sampai saat ini tetap saja mencuri hatiku?

****

AREDIO AKBAR WIRAGA


Gue nggak bisa ngelepasin pandangan gue dari Tascha. Cewek itu lagi seru-serunya ngobrol bareng Sinta, Ruri, Vania dan teman-teman barunya. Dia kelihatan bahagia banget, and I’m glad. This maybe cheesy, tapi serius, nggak ada hal yang bisa lebih membahagiakan buat gue selain senyum manis Tascha kembali lagi ke cewek itu. Gue cuma bisa berharap, kali ini Tascha bisa punya sahabat hidup sematinya dia, kayak gue sama Raka. Karena sumpah, gue pasti bakal menggorok leher siapapun, siapapun yang berani memanfaatkan Tascha lagi seperti Sharika.

Sejujurnya, gue bingung. Bingung soal hubungan gue sama Tascha. Kalau mau dibilang temen kok agaknya janggal ya? Bukannya gue nggak percaya soal sahabatan antara cowok-cewek, tapi apa iya gue bisa sahabatan sama Tascha begitu aja kalau setiap ngeliat dia gue berdebar-debar terus? Dan gue juga nggak yakin kalau gue cuma mau sahabatan doang sama Tascha. Well, kayaknya misi gue dulu yang pernah dihancurin oleh Sharika harus dibuat ulang, deh. But of course, kali ini cewek-jelmaan-Medusa itu nggak boleh terlibat.

****

 P.S Part 3 is coming up next week! :)

No comments:

Post a Comment